Literasi identik dengan aktifitas
membaca dan menulis. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, terdapat empat aspek keterampilan berbahasa yang harus
dikuasai siwa.
Empat aspek keterampilan tersebut adalah membaca, menulis, berbicara dan mendengar/menyimak.
Menulis adalah merupakan aspek berbahasa yang dianggap paling sulit. Hal
tersebut dirasakan oleh sebagaian besar peserta didik, bahkan di kalangan mayoritas
para pendidik. Maka, munculah opini bahwa menulis itu memang sulit.(Photo: Dok Pribadi)
Membaca dan menulis adalah salah satu bentuk literasi dasar. Seseorang dikatakan memiliki budaya literasi yang bagus, salah satu indikatornya adalah apabila orang tersebut gemar membaca dan menulis. Aktivitas membaca dan menulis adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, sehingga siapa pun harus mau banyak membaca jika ingin terampil dalam menulis.
Kemampuan membaca dikategorikan sebagai kemampuan reseptif sedangkan menulis merupakan kemampuan produktif. Kemampuan reseptif dan kemampuan produktif dalam berbahasa ibarat dua sisi mata uang, sehingga merupakan dua sisi yang saling mendukung, dan saling melengkapi.
Untuk menjadi seorang penulis, banyak sekali teori yang dapat kita pelajari. Kita disuguhkan banyak sekali referensi yang dapat dijadikan acuan tentang bagaimana teknik serta kiat untuk menjadi seorang penulis. Namun dalam praktiknya, tidak semudah yang kita bayangkan.
Untuk terampil menulis, dibutuhkan banyak latihan. Modal latihan sepuluh kali, bahkan ratusan kali tidak menjamin seseorang berhasil menjadi seorang penulis. Selain giat dan tekun berlatih, yang perlu dimiliki adalah bekal pengetahuan, prinsip, dan komitmen yang harus dijaga dalam rangka menghidupkan tradisi menulis.
Selain itu, dalam rangka menumbuh kembangkan tradisi menulis, yang dibutuhkan adalah kemauan untuk keluar dari zona nyaman yang telah membelenggu kita selama ini. Kalau hal tersebut bisa kita wujudkan, maka dengan membaca kita akan berubah dan dengan menulis kita akan mampu mengukir sejarah. (Ma’ruf S Marmah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar