(Photo: Dok Pribadi) |
Setelah mantap dengan
pilihannya, mulailah jagoanku belajar mandiri untuk menuntut ilmu di pondok pesantren. Setelah empat puluh
hari berjalan, tibalah saatnya kami (keluarga) diperbolehkan menjenguk untuk
mengetahui keadaannya sekaligus melepas rasa kangen. Sebagai seorang ayah, kala
itu... ketika kami menengok ke pondok untuk pertama kalinya, saya tidak bisa
berkata-kata. Saya hanya berusaha untuk menyembunyikan mataku yang terus
berkaca-kaca agar tak terbaca oleh mereka. Lain halnya dengan ibunya (istriku) yang
dengan sabar terus mendengarkan keluhan dan aduan Si Sulung hingga dia puas meluapkan perasaannya. Setelah Si Sulung selesai menumpahkan semua yang ada dalam
pikirannya, dengan raut wajah yang penuh kesabaran istriku tersenyum sambil berkata
perlahan “kebahagiaan itu harus diperjuangkan, dan semua itu pasti ada
resikonya, termasuk ketidaknyamanan”
Beruntung saya punya pendamping hidup yang paham akan tugas
orangtua untuk membahagiakan anaknya bukan hanya di dunia, tapi juga nanti di
akhirat. Tugas orang tua adalah menguatkan, bukan malah mengiyakan keluhan dan
aduan dari anaknya, apalagi mengkomplain yang tidak pada tempatnya. Biarkan anak
belajar hidup dengan tantangannya serta biarkan mereka belajar menghadapi
kenyataan hidupnya.
Sebagai orang tua kita berkewajiban memberikan pengertian
pada anak, bahwa hidup tidak akan pernah selalu sejalan dengan apa yang kita inginkan.
Dengan demikian, secara tidak langsung kita selaku orang tua telah memberikan
pelajaran hidup bahwa kebahagiaan itu memang harus diperjuangkan. (Ma’ruf S
Marmah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar